Labuhan Merapi

Labuhan Merapi merupakan salah satu upacara adat yang digelar oleh Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Kata “labuhan” berasal dari kata labuh yang memiliki arti tergantung ke bawah seperti tali jangkar dll. Tradisi ini memiliki maksud ungkapan doa dan harapan untuk membuang segala hal buruk.

Beralih ke topik lainnya, kali ini Nona Merapi akan membahas tentang budaya yang ada di Lereng Merapi sekaligus masih ada kaitannya dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pembahasan Labuhan Merapi ini dibuat ringkas dan sederhana sehingga bagi yang belum pernah melihat kebudayaan akan mudah mendapatkan berbagai macam informasi. Agar lebih dekat lagi dengan Kawasan Merapi, yuk segera simak artikel tentang kebudayaan yang ada di Lereng Merapi ini!

Labuhan Merapi

Kawasan Merapi saat ini memang menjadi tujuan wisata bagi para penggunjung yang berasal dari berbagai daerah. Kawasan ini memang menyimpan berbagai macam tempat wisata yang indah serta masih memegang budaya nenek moyang. Nah salah satu budaya tersebut adalah Upacara Labuhan Merapi.

1. Gambaran Umum

Upacara adat ini diadakan setiap tahun yaitu pada tanggal 30 Rejeb. Penanggalan ini memang masih berdasarkan kalender jawa sehingga tidak banyak ditemukan di kalender pada umumnya. Prosesi labuhan biasanya berlangsung selama 2 hari.

Upacara Labuhan Merapi diadakan di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dusun Kinahrejo ini memang sudah dari dulu dijadikan tempat upacara labuhan. Tempat Labuhan Merapi ini menyimpan berbagai cerita yang berkaitan dengan juru kunci Gunung Merapi “Mbah Maridjan” dan Kraton Yogyakarta.

Namun dari Dusun Kinahrejo, harus naik ke lereng Gunung Merapi sekitar beberapa ratus meter. Jalan menuju Tempat Labuhan Merapi ini memang menanjak, sehingga membutuhkan kekuatan yang prima saat ikut naik untuk melihat prosesi upacara adat tersebut. Hal ini juga menjadi daya tarik pengunjung karena bisa ikut naik ke Lereng Merapi untuk melihat upacara labuhan.

Sebelum berangkat, prosesi upacara akan diawali dengan mengarak gunungan dan ubarampe dari Kecamatan Cankringan menuju Petilasan Rumah Mbah Maridjan. Ubarampe tersebut berisi berbagai macam hasil bumi, sesajen, selendang dan yang paling unik adalah kepala kerbau. Lalu secara seremonial perlengkapan labuhan tersebut akan diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi oleh Bapak Camat Kecamatan Cangkringan.

Kemudian ke esokan harinya, ubarampe akan dibawa naik menuju lokasi upacara labuhan berlangsung. Setelah sampai di lokasi, para abdi dalem keraton dan juru kunci Gunung Merapi akan memulai ritual dan doa. Acara akan di akhiri dengan pembagian nasi atau orang jawa menyebutnya “Berkat” kepada masyarakat dan pengunjung yang ikut naik ke lokasi labuhan berlangsung.

2. Sejarah Labuhan Merapi

Sejarah Upacara Labuhan Merapi diawali pada tahun 1546 masehi, tahun tersebut bertepatan dengan meninggalnya Sultan Trenggono dan berakhirnya Kesultanan Demak. Tahun tersebut juga bertepatan dengan berdirinya Kesultanan Pajang.

Pada saat itu, salah seorang tokoh Bupati benama Adiwijoyo memindahkan tanda kebesaran kraton, benda upacara dan pusaka Kesultanan Demak menuju Kesultanan Pajang. Benda-benda tersebut membuat Adiwijoyo memiliki kepercayaan diri untuk menjadi raja di Kesultanan Pajang.

Kepercayaan diri dan inisiatifnya tersebut membuat dirinya benar-benar diangkat menjadi Sultan Pajang yang pertama. Namun, setelah menjadi sultan dirinya mendapat tekanan dari Aryo Penangsang dan Adipati Jipang. Kedua orang tersebut mencoba memberontak dari Kesultanan Pajang.

Melihat tindakan tersebut, Adiwijoyo tidak bisa tinggal diam, ia akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan kepada Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamenahan. Sebagai imbalannya, Adiwijoyo akan memberikan Bumi Pati dan Bumi Mataram kepada kedua orang tersebut. Usaha Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamenahan tidaklah sia-sia, mereka mampu membunuh Aryo Penangsang dan Adipati Jipang.

Sesuai perjanjian tadi, Ki ageng Panjawi mendapatkan Bumi Pati dan Ki Ageng Pamenahan mendapatkan Bumi Mataram. Setelah kejadian itu, Ki Ageng Pamenahan diangkat menjadi panembahan Mataram. Setelah meninggal dunia, panembahan Mataram digantikan oleh putranya yang bernama Sutowijoyo. Kemudian ia pun juga diangkat menjadi panglima perang oleh Sultan Pajang.

Panembahan senopati semakin meneguhkan kepemimpinannya sebagai Sultan Mataram. Keteguhan kepemimpinannya tersebut sempat menimbulkan ketegangan dengan Sultan Pajang, hingga akhirnya kedua kesultanan ini mengalami peperangan yang dimenangkan oleh Kesultanan Mataram.

Singkat cerita, Panembahan Senopati merenung dan meminta petunjuk kepada Tuhan yang Maha Esa agar menjadi pemimpin yang baik. Setelah itu, Panembahan Senopati bertemu Ratu Kidul yang berjanji akan membantunya dalam menguasai jawa dan mendirikan Kesultanan Mataram dan Keraton Yogyakarta.

Hal ini berkaitan dengan upacara labuhan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan petunjuk kepada Panembahan Senopati dan tahta Sri Sultan Hamengku Buwono.

3. Tujuan dan Makna Labuhan Merapi

Tujuan dari Labuhan Merapi adalah memperingati Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono, yang tak lain adalah raja di Kraton Jogja. Apa tegese adat labuhan iku? Labuhan mengandung makna bentuk rasa syukur dan doa bagi keselamatan beliau. Upacara labuhan juga menjadi simbol persembahan doa kepada Tuhan dan penghormatan bagi leluhur Kraton.

Manusia adalah makhluk sosial yang sudah sepantasnya harus menjaga dan merawat alam. Dalam hal itu maka manusia memerlukan etika sebagai bentuk menghargai alam. Saking pentingnya menghargai alam, terkadang jika manusia teledor maka akan terjadi musibah seperti banjir dan tanah longsor.

Sedangkan labuhan menurut kepercayaan nenek moyang adalah bentuk manifestasi ketakwaannya kepada Tuhan. Para pendahulu, khususnya pemangku adat Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, mereka melakukan manifestasi tersebut diwujukan dalam bentuk labuhan atau dapat diartikan sedekah. Bentuk sedekah/upacara Labuhan Merapi diadakan di tempat-tempat tertentu yang mereka anggap terdapat unsur sakral. Mereka juga berpendapat, bahwa semua yang di labuh akan kembali kepada Tuhan.

Mengenai hal itu, ada beberapa pihak yang kurang setuju dengan budaya tersebut. Mereka mengatakan perlunya tela’ah yang mendalam lagi terkait apa tegese adat labuhan iku. Bentuk-bentuk sedekah seharusnya di lakukan oleh manusia dan manusia untuk Tuhan, bukan kepada alam. Labuhan juga tidak dicontohkan Nabi Muhammad S.A.W sehingga pada akhirnya akan mengandung unsur syirik.

4. Daya Tarik

Yogyakarta memiliki banyak kebudayaan yang menarik dan unik, khususnya di Keraton Yogyakarta. Salah satu kebudayaan yang menarik tersebut adalah upacara Labuhan. Upacara ini akan diikuti ratusan abdi dalem dan masyarakat sekitar.

Di Kawasan Merapi sendiri juga terdapat upacara labuhan ini, namanya Labuhan Merapi. Hal yang paling menarik dari upacara ini adalah kamu bisa ikut naik ke lokasi labuhan dan melihat prosesinya. Namun sebelum berangkat, pastikan kondisi badanmu prima agar bisa sampai di lokasi labuhan.

Selain melihat, kamu boleh mengabadikan prosesi labuhan di lereng Merapi tersebut. Di saat prosesi ini, biasanya banyak wartawan yang ikut naik untuk meliput berita labuhan tersebut.

Setelah prosesi upacara labuhan selesai, biasanya para pengunjung dan masyarakat yang ikut naik akan diberi nasi berkat. Kamu bisa menikmati nasi tersebut sambil menikmati ketinggian alam Merapi yang masih asri.

5. Perlengkapan Labuhan Merapi

Labuhan di lereng Merapi ini berada di bagian kendhit, lereng Gunung Merapi sisi selatan. Dalam prosesi upacara labuhan ini, terdapat ubarampe Labuhan Merapi yang sangat penting. Maksud dari ubarampe adalah benda-benda labuhan yang dibawa menuju lokasi tersebut.

Menurut informasi ubarampe Labuhan Merapi tersebut adalah Sinjang Cangkring, Sinjang Kawung Kemplang, Semekan Gadung Mlati, Semekan Gadung,Semekan Bango Tulak,Kampuh Poleng Ciyut,Dhestar Dara Muluk,Peningset Udaraga,Sela Ratus Lisah Konyoh,Ses Wangen dan Yatra Tindhih. Menurut informasi yang berkembang di Lereng Merapi, upacara labuhan tersebut juga menggunakan ubarampe kepala kerbau yang di kubur dalam tanah. Namun informasi ini belum begitu valid.

6. Dulu dan Kini

Labuhan Merapi adalah salah satu kebudayaan peninggalan leluhur Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sehingga masyarakat Yogyakarta pasti akan melestarikan kebudayaan tersebut kepada anak cucunya. Masyarakat Yogyakarta juga sangat terkenal dengan kebudayaan sehingga tidak akan terdapat perbedaan dari segi prosesi tradisi tersebut.

Abdi dalem Keraton Yogyakarta malah memperkenalkan kebudayaan tersebut kepada semua orang dengan cara memperbolehkan pengunjung untuk ikut naik melihat prosesi upacara labuhan tersebut. Banyaknya wartawan yang meliput tradisi ini juga merupakan bentuk proses memperkenalkan kebudayaan yang ada di Kawasan Merapi.

Leave a Comment