Jathilan

Jathilan atau biasa disebut Kuda Lumping merupakan kesenian tradisional yang sangat terkenal di Tanah Jawa. Banyak sebutan mengenai kesenian ini, ada yang menyebutnya Jaran Kepang atau Kuda Kepang. Mengapa disebut Jaran Kepang atau Kuda Kepang ? Hal ini karena para penari tidak menaiki kuda sungguhan namun hanya menggunakan property tari berupa anyaman bambu yang di bentuk menyerupai kuda.

Beralih ke topik lainnya, kali ini Nona Merapi akan membahas tentang salah satu kesenian yang berusia sangat tua. Pembahasan Jathilan ini dibuat ringkas dan sederhana sehingga bagi yang belum pernah berkunjung ke tempat ini akan mudah mendapatkan berbagai macam informasi. Agar lebih dekat lagi dengan kesenian di Kawasan Merapi, yuk segera simak artikel ini sampai selesai!

Jathilan

Tarian Jathilan merupakan salah satu kesenian yang berasal dari lereng Merapi. Menurut sejarahnya, kesenian ini sudah sangat lama muncul. Hal inilah yang membuat masyarakat Lereng Merapi sangat akrab dalam kehidupan sehari-harinya. Apabila ada acara tertentu, masyarakat Lereng Merapi tidak merasa puas rasanya jika tidak mementaskan Kesenian Kuda Lumping sebagai hiburan.

1. Gambaran Umum

Jathilan adalah kesenian yang sangat populer di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Yogyakarta, Kesenian Kuda Lumping sangat mudah kamu temukan. Kamu bisa melihat kesenian ini pentas pada destinasi wisata yang ada di Jogja serta pada saat kirab budaya.

Dalam pementasan Jathilan, penari akan mengenakan kostum yang lumayan mencolok. Kostum mereka seperti baju seorang prajurit pada zaman kerajaan yang akan bertarung di medan perang. Tak lupa mereka juga berdandan agar lebih terlihat gagah dan pemberani layaknya seorang prajurit.

Kemudian mereka akan menggunakan property seperti anyaman bambu yang dibuat mirip seperti kuda. Nah property ini biasanya akan disisipkan kekuatan magis supaya para penari bisa kesurupan. Dari hal tersebut kamu akan melihat keunikan yang timbul dari kesenian ini.

Saat akan memulai pertunjukan Jathilan Lereng Merapi, biasanya para penari akan memasuki area pentas dengan jalan kaki atau memulai gerakan dengan tarian. Kemudian penari akan mengambil kuda kepang yang sebelumnya telah ditata oleh anggota paguyuban kesenian. Setelah itu barulah para penari menarikan gerakan yang terlihat agresif dan gagah seperti sedang melawan musuh di medan perang.

Setelah beberapa saat, akan masuk beberapa orang dengan menggunakan topeng atau orang jawa menyebutnya barongan. Topeng ini bentuknya sangat menyeramkan dan orang yang menggunakan property ini akan menari dengan sangat agresif.

Penari bertopeng tersebut akan menggangu para penari lainnya. Sehingga mereka terlihat seperti sedang berperang. Beberapa saat kemudian, semua penari akan kerasukan makhluk halus dan inilah yang menjadi daya tarik.

2. Sejarah Jathilan

Ada yang mengatakan kesenian Jathilan berasal dari Ponorogo. Hal ini karena Kesenian Kuda Lumping pada awal munculnya terjadi percampuran antara kesenian Reog Ponorogo yang di dalamnya terdapat tarian kuda kepang.

Kemudian untuk waktu berdirinya, kemungkinan tahun 1930-an karena ada buku yang menceritakan kesenian ini di tahun tersebut. Buku tersebut berjudul Javaanse Volksvertoningen, pengarangnya adalah Th. Pigeaud.

Selain buku tersebut, adanya cerita dari mulut ke mulut juga semakin menyebar sehingga Tarian Jathilan mulai akrab di kehidupan masyarakat. Padahal dulunya Kesenian Kuda Lumping hanya dipentaskan dari dusun ke dusun. Cerita ini terus berjalan dan turun-temurun diceritakan.

Dari cerita tersebut ada pemaparan tentang gambaran perjuangan Raden Fatah yang di bantu Sunan Kalijaga sedang melawan Penjajah Belanda bersama prajuritnya. Dari perjuangan tersebut kemungkinan masyarakat mengilustrasikan gerakan prajurit menjadi sebuah tarian ini.

Selain itu, ada cerita lain yang beredar tentang perjuangan Pangeran Diponegoro yang sedang melawan penjajah di Jogja. Dalam cerita ini, Kesenian Kuda Lumping mengisahkan dukungan dan aspirasi masyarakat terhadap pasukan perang berkuda Pangeran Diponegoro untuk melawan penjajah.

Setelah perkembangan zaman, Jathilan Lereng Merapi mengalami perubahan baik kostum maupun cerita yang ada di tarian ini. Perubahan ini memiliki tujuan supaya daya tarik masyarakat semakin meningkat, apalagi generasi muda sebagai penerus kebudayaan.

3. Makna Jathilan

Jathilan adalah kesenian yang sangat menarik dan unik. Banyak unsur-unsur magis di dalam kesenian ini. Pertunjukan menyeramkan dan berbahaya pun biasanya di pertontonkan dalam tarian ini.

Kesenian Jathilan berasal dari singkatan berbahasa jawa, “Jarane jan thil-thilan tenan”. Kalimat tersebut dalam Bahasa Indonesia mengandung arti “Kudanya benar-benar joget tak beraturan”. Dari arti tersebut memang menggambarkan gerakan para penari yang tidak beraturan setelah mereka kesurupan.

Beralih ke warna kuda kepang yang ditunggangi penari saat melakukan pentas Jathilan. Ada beberapa warna yang sering di pakai untuk mengecat kuda kepang tersebut, warna tersebut misalnya hitam, putih, kuning dan merah. Warna-warna tersebut memiliki makna empat nafsu manusia, yaitu :

  1. Warna putih menyimbolkan mutmainah atau tumainah dengan makna kebaikan
  2. Warna merah sebagai simbol amarah bermakna pemberani
  3. Kuning menyimbolkan supiyah, maksudnya mudah tergoda untuk memiliki sesuatu.
  4. Warna hitam menyimbolkan lauamah, bermakna serakah.

4. Daya Tarik

Seperti yang aku katakan di awal, keunikan Jathilan akan terlihat saat para pemainnya sudah di rasuki makhluk halus. Para penari akan dirasuki unsur magis atau biasa orang menyebutnya dengan kesurupan. Kalau sudah seperti ini, para penari Kuda Lumping tidak sadarkan diri sehingga gerakan mereka dipengaruhi oleh makhluk halus tersebut.

Para penari akan meraih segala sesuatu yang ada di depan mereka, namun hal ini tetap dalam pengaruh unsur magis tersebut. Mereka akan meraih kelapa,air kembang,pecahan kaca hingga kemenyan yang di anggap makanan oleh unsur magis tersebut.

Aksi-aksi berbahaya pun kerap muncul dalam pertunjukan kesenian ini. Penari yang terkena pengaruh makhluk halus akan melakukan atraksi-atraksi menyeramkan dan berbahaya. Atraksi tersebut misalnya memakan pecahan beling/kaca,di cambuk dengan pecut, mengupas kulit kelapa dengan gigi dll.

5. Pementasan Jathilan

Saat ini, pementasan Jathilan hanya sebagai hiburan saja. Kebanyakan masyarakat mengundang grup Kuda Lumping untuk menghibur warga sekitar karena telah selesai menggelar acara pernikahan. Namun acara seperti khitanan biasanya juga mementaskan kesenian ini sebagai hadiah kepada anak tersebut yang sudah mau di khitan.

Kamu juga bisa menemukan pementasan kuda lumping ini pada destinasi wisata yang ada di Yogyakarta. Seperti di Tlogo Putri Kaliurang misalnya, biasanya para pengunjung akan di hibur dengan pementasan tarian ini. Di wisata Tlogo Putri, pementasan Kuda Lumping ini tidak setiap hari namun hanya hari minggu saja.

Selain di destinasi wisata, kamu juga bisa melihat pementasan Kuda Lumping pada acara Hut Kemerdekaan ataupun event-event besar lainnya. Di Kecamatan Cangkringan, setelah memperingati Kemerdekaan Indonesia, biasanya dari pihak kecamatan akan menghubungi ketua paguyuban Kuda Lumping agar bisa pentas di Kantor Kecamatan.

6. Perlengkapan

Tarian ini membutuhkan beberapa perlengkapan. Untuk kostumnya, para penari akan menggunakan celana yang di hiasi dengan selendang. Bagi penari pria, biasanya mereka tidak akan mengenakan baju, melainkan hanya celana dan hiasannya saja. Mereka juga tidak menggunakan alas kaki. Lonceng atau kelinting juga mereka pakai di kaki untuk menambah suara Kuda Lumping.

Kemudian pada bagian kepala, para penari akan menggunakan kain yang dilipat hingga menyerupai mahkota. Lipatan kain ini cukup menarik karena bentuknya yang unik dan menambah kesan gagah penari. Property tari yang lain adalah Kuda Kepang, topeng atau barongan, bambu yang dibentuk mirip celeng atau babi dll.

Pada kesenian Kuda Lumping yang berada di Lereng Merapi, alat musik yang digunakan adalah saron, kendhang, gong, bendhe, drum, keyboard, ketipung dan gitar. Kesenian ini memang telah di modifikasi, sehingga akan menambahkan unsur music dangdut dan campursari dalam pementasannya.

Leave a Comment